Sabtu, 15 Oktober 2011

AIR


Air bersih menjadi salah satu kebutuhan yang mendasar bagi kehidupan manusia. Air bersih yang memenuhi standar atau persyaratan kesehatan adalah air minum yang tidak berbau, berwarna dan berasa serta memenuhi baku mutu yang telah ditentukan.
Namun belakangan ini banyak sekali sumber air yang telah tercemar karena berbagai kondisi. Sebagai contoh, kondisi air permukaan pada sumur-sumur masyarakat Aceh umumnya tidak dapat lagi di konsumsi sebagai air minum pasca tsunami. Hal ini disebabkan karena tsunami telah menurunkan kualitas dan kuantitas air. Selain berasa payau (lagang), airnya juga mengandung unsur sodium nitrit (NO2) dan amonia (NH3) dalam kadar tinggi (melebihi baku mutu).
Diketahuinya kadar nitrit dan amonia yang tinggi di sebagian sumur warga itu, setelah Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Aceh melakukan uji sampel air sumur penduduk pada sejumlah kecamatan di Kota Banda Aceh, ibu kota Provinsi Aceh. Secara medis, bila termakan, terhirup, atau terpapar nitrit maupun amonia bisa menyebabkan manusia keracunan (pening, mual, dan muntah) merusak metabolisme tubuh, bahkan paling radikal bisa menyebabkan kematian, terutama pada bayi. 
Namun demikian, meski ada sumur yang kadar nitrit dan amonianya rendah, sehingga layak dijadikan air baku untuk sumber air minum, tapi masih perlu penanganan khusus. Air sumur yang hendak dikonsumsi untuk air minum itu, sebelum diolah menjadi air bersih melalui penyaringan, perlu ditambahkan tawas dan kaporit. Selain itu saat dimasak haruslah sampai benar-benar mendidih.
Selama ini proses pengolahan air yang digunakan adalah pengolahan konvensional. Pengolahan konvensional terdiri dari proses koagulasi, flokulasi, sedimentasi dan filtrasi kemudian ditambahkan klorinasi. Pengolahan dengan penam
penambahan klorin akan membahayakan kesehatan manusia. Semua bentuk klorin berbahaya bagi kesehatan. Orang yang meminum air yang mengandung klorin memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena kanker. Selain itu, pengolahan konvensional yang selama ini digunakan kurang efektif dalam menghilangkan kontaminan yang terkandung di dalam air , dan juga berbahaya bagi kesehatan manusia karena adanya penambahan klorin.
Oleh karena itu diperlukan suatu metode pengolahan air yang mampu membersihkan kontaminan yang terkandung dalam air tersebut. Pengolahan konvensional yang berbasis pada teknologi konvensional seperti koagulasi-flokulasi, sedimentasi dan filtrasi sering kali kurang efektif atau gagal untuk mengolah dengan hasil sesuai dengan baku mutu yang diharapkan. Untuk itu diperlukan teknologi alternatif untuk mengolah air baku tersebut. Membran ultrafiltrasi diharapkan mampu menurunkan parameter seperti zat organik dan kekeruhan.
Teknologi membran telah menjadi topik hangat dalam beberapa tahun terakhir ini. Hal itu mungkin dipicu fakta bahwa pemisahan dengan membran memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki metode-metode pemisahan lainnya. Keunggulan tersebut yaitu pemisahan dengan membran tidak membutuhkan zat kimia tambahan dan juga kebutuhan energinya sangat minim. Membran dapat bertindak sebagai filter yang sangat spesifik. Hanya molekul-molekul dengan ukuran tertentu saja yang bisa melewati membran sedangkan sisanya akan tertahan di permukaan membran. Selain keunggulan-keunggulan yang telah disebutkan, teknologi membran ini sederhana, praktis, dan mudah dilakukan.
Terapan teknologi membran ini dapat digunakan untuk menghasilkan air bersih dengan syarat kualitas air minum. Air baku dimasukkan ke peralatan yang berisi membran ultrafiltrasi, dengan memberikan tekanan. Ini merupakan proses fisis yang memisahkan zat terlarut dari pelarutnya. Membran hanya dilalui pelarut, sedangkan terlarutnya, baik elektrolit maupun organik, akan ditolak (rejeksi), juga praktis untuk menghilangkan zat organik. Kontaminan lainnya seperti koloid akan tertahan oleh struktur pori yang berfungsi sebagai penyaring (sieve) molekul BM nominal. Membran yang dipakai untuk ultrafiltrasi mempunyai struktur membran berpori dan asimetrik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar